Dukun Penipu Kena Batunya
Dukun Cabul Divonis Sembilan Tahun
Berbuat Cabul karena Istri ke Luar Negeri
"Berkarya, Berkarya dan Terus Berkarya Maka Akan Kautemukan Yang Diinginkan"
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 11.42 0 komentar
Label: kriminal
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 10.46 0 komentar
Label: Umum
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 09.05 0 komentar
Label: Pendidikan
Teknologi dapat digunakan, tetapi hanya akan betul bermanfaat setelah hal-hal (misalnya manajemen) yang lebih penting sudah diatasi duluan. Implementasi teknologi di bidang pendidikan perlu diintegrasikan ke dalam perencanaan terhadap semua aspek pengembangan pendidikan secara seimbang (bukan secara proyek).
Sering pengumuman yang muncul di media mengenai teknologi di arena pendidikan kelihatannya kurang menilaikan penelitian dan pengalaman di dunia pendidikan. Kasus-kasus teknologi dan pendidikan tertentu kelihatannya juga diankat sebagai solusi umum. Padahal ada isu-isu yang penting dan perlu dihadapi duluan misalnya:
Sekolah tak Bisa Tangkal Situs Porno, yang perlu SDM di tingkat sekolah yang sangat bermutu dan rajin.
Memang kita wajib untuk mencari solusi yang kreatif, tetapi kita juga wajib untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang ada di dunia supaya kita tidak hanya mengulangkan kegagalan negara lain. Apakah, karena makin banyak siswa-siswi sekarang main Internet di warnet daripada menggunakan waktunya di rumah untuk mengulang pelajaran dari sekolah dan mengerjakan PRnya ini sebagai salah satu sebabnya hasil dari pendidikan.Ujian Nasional (UN)kelihatannya menjadi lebih buruk?
Sebaiknya pemerintah tetap fokus untuk meningkatkan hal-hal mutu pendidikan di sekolah. Masih banyak masalah yang sangat dasar di tingkat sekolah. Pendidikan Berbasis-Guru yang Mampu dan Sejahtera, di Sekolah yang Bermutu, dengan Kurikulum yang Sesuai dengan Kebutuhan Siswa-Siswi dan "Well Balanced" seimbang, dengan banyak macam keterampilan termasuk teknologi, jangan sampai gur-guru tidak diperhatikan oleh pemerintah yang sangat menyebelahkankan pemberdayaan yang merupakan periuk bagi kaum pejuang tanpa jasa ini. yang Diimplementasikan secara baik adalah solusi utama untuk menyiapkan anak-anak kita untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan.
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 08.15 0 komentar
Label: Pendidikan
Bila ada cahaya didalam jiwa, ada kecantikan didalam pribadi. Bila ada kecantikan didalam pribadi, ada harmoni didalam rumah. Bila ada harmoni didalam rumah ada ketertiban didalam Negara. Bila ada ketertiban didalam Negara maka akan ada kedamaian didalam dunia
Kami mengetahui segala yang perlu kita ketahui untuk mengakhiri penderitaan jiwa yang tidak perlu, yang saat ini banyak merundung banyak orang, harga diri yang tinggi serta efektifitas pribadi tersedia buat setiap orang yang bersedia meluangkan waktu untuk meraihnya.
Siapa diriku sudah cukup baik apabila aku menjadi diriku sendiri dengan terus terang.
Barangkali pelayanan masyarakat paling mulia yang dapat disumbangkan siapapun pada negeri dan kemanusiaan adalah mengasuh keluarga.
Belajar adalah menemukan apa yang sudah anda ketahui, melakukan adalah memeragakan bahwa anda mengetahuinya, mengajar adalah mengingatkan orang-orang lain bahwa mereka mengetahuinya sebaik anda. Anda adalah pelaku dan guru
Hambatan – hambatan adalah hal-hal menakutkan yang anda lihat ketika anda melepaskan tatapan mata anda dari tujuan anda.
Perbedaan mendasar antara orang biasa dan pejuang adalah bahwa pejuang menggangap segala hal sebagai tantangan, sedangkan orang biasa segala hal sebagai berkah atau kutukan.
Pengalaman bukanlah apa yang terjadi pada seseorang, pengalaman adalah apa yang dapat dilakukan seseorang terhadap apa yang terjadi padanya.
Kehidupan ini adalah suatu ujian, ini tak lebih dari suatu tujuan. Andaikata ini adalah suatu kehidupan sesungguhnya niscaya anda sudah menerima instruksi-instruksi lanjutan tentang mana arah yang mesti dituju serta yang mesti dilakukan.
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 19.51 1 komentar
Label: kata Hati
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 20.27 2 komentar
Label: Umum
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 18.52 0 komentar
Label: Pendidikan
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat plural agama dan budaya. Jumlah pemeluk agama menunjukkan angka kuantitatif yang sangat mengesankan. Demikian pula tempat peribadatan jumlahnya meningkat tajam menjadi lebih dari 660 ribu buah. Jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun juga meningkat. Fakta ini membuktikan agama selain telah menyejarah, juga telah membudaya dan melembaga. Meskipun Indonesia bukan negara agama, tapi realitas masyarakat yang agamis menjadikan negara berkepentingan terhadap terciptanya tata kehidupan beragama yang berkualitas, harmonis dan toleran. Meskipun demikian, sebelum tahun 2000, agama sering diletakkan dalam posisi yang tidak proporsional.
Agama dieksploitasi dan dijadikan alat legitimasi politik dan kekuasaan. Intervensi negara terhadap agama telah memunculkan ketegangan-ketegangan mubazir antara negara dan masyarakat agama di satu sisi dan antara masyarakat agama yang satu dan masyarakat agama yang lain. Eksploitasi dan intervensi tersebut juga berakibat pada lahirnya ekspresi keagamaan yang timpang dan destruktif. Kemajemukan agama perlu mendapatkan perhatian serius, karena sangat potensial memicu konflik dan memunculkan disintegrasi. Program pluralisme dalam bentuk kerukunan antarumat tampaknya masih sebatas wacana intelektual dan politis. Pentingnya dialog dan hubungan harmonis umat beragama belum mampu menyentuh kesadaran kolektif masyarakat dan masih sebatas wacana formal. Indikatornya masih rentannya masyarakat agama terhadap isu-isu agama dan SARA serta masih maraknya konflik agama. Partisipasi kaum agama dalam menyelesaikan konflik sosial juga belum berada dalam level aliansi aksi dan konseptual strategis. Mereka lebih sering berpidato dari pada beraksi, apalagi terlibat dalam penelitian mengenai pluralisme dan kedamaian sosial. Karena itu mereka lebih banyak mengkambinghitamkan sebuah fenomena tanpa memberi solusi konkrit dan jauh dari pendekatan empatik.
Sangat memilukan, masyarakat yang relijius sedang terpuruk dalam himpitan krisis dan terbelakang. Pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas terbukti telah meruntuhkan sendi-sendi moral dan etika. Kenyataan ini sudah sewajarnya dibaca sebagai kegagalan pembangunan di bidang etika dan budaya. Agama yang seharusnya memberikan sumbangan tidak mampu memberikan landasan etis bagi penciptaan manusia berbudi luhur. Ajaran agama sering dipisahkan dari kepedulian sosial dan lingkungan. Solidaritas sosial, dialog lintas agama belum mewarnai budaya masyarakat. Dengan demikian dialog tentang pluralisme tidak pernah mengalami kadaluwarsa. Kontrol sosial demikian melemah dalam sosio-relijus budaya kita karena elite terlalu menyatu dengan kekuasaan serta umat terbiasa dalam ketidakjelasan dan budaya pasif. Kontrol sosial yang lemah pada dasarnya juga diakibatkan oleh ketidakseimbangan pemahaman ajaran hubungan vertikal dan koneksi horizontal. Karena ajaran yang terakhir tidak populer maka masyarakat kita sudah terkondisi dalam tradisi dan suasana yang membiarkan korupsi melembaga. Penyebab korupsi total dan sistemik ini di antaranya disebabkan penghayatan agama yang lebih mementingkan seremoni di atas substansi dan fungsi, ritual di atas kekhusyukan pribadi, serta kesalehan pribadi di atas kesalehan sosial dan kelaparan rakyat. Dengan kata lain masih tampak jelas fenomena keberagamaan yang sering memilah-milah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, serta berekonomi. Dasarnya dikategorikan :
1. Lemahnya posisi masyarakat, menipisnya percaya diri, dan menguatnya tribalisme baru serta kelompok status quo. Dalam konteks ini perlu direnungkan ucapan Adam Michnik, pemimpin gerakan solidaritas Polandia, yang mengungkapkan realitas setelah the first flush of euphoria di Polandia, persis suasana “ngemaruki” dalam dunia politik Indonesia setelah Orde Baru.
2. Kultur bisu, serta memudarnya kritisisme masyarakat yang mengakibatkan konsep kontrol belum berjalan fungsional. Hal ini dikarenakan sistem nilai yang cenderung pasif dalam dimensi politik dan budaya.
3. Budaya kekerasan, menghakimi sendiri sudah melembaga. Budaya lisan dan tangan agaknya lebih dominan dari “budaya mata dan telinga.” Di negeri ini kebiasaan memukul bisa ditemukan di mana-mana. Sangat berbahaya jika budaya ini dicoba pencarian justifikasinya dalam sandaran agama. Agaknya di negara ini, kekuatan tangan untuk memperingatkan orang lain, lebih sering ditempuh dari peringatan melalui dialog dan akal sehat. Barangkali karena filsafat individualisme yang berkembang di Barat, hak-hak seseorang sangat dijunjung tinggi. Sebaliknya karena pengaruh budaya collectivism, “mangan ora mangan kumpul” posisi individu sering tidak terperhatikan dan nyawa semakin menjadi murah. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat ternyata sering belum menjangkau kehidupan sosial sehari-hari karena keselamatan mereka masih sering terancam.
4. Sikap feodal yang merupakan warisan keraton dan penjajah masih ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Mengingat kolonialisme dan keratonisme sudah mengakar, beberapa aspek negatif terwarisi. Feodalisme membudaya, demokratisasi terhambat. Padahal demokrasi secara fungsional seharusnya menjadi kosa kata rakyat kecil bukan milik politisi wakil rakyat yang takut sama rakyat, sebagaimana tulisan ahli politik Amerika Diane Ravitch.
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 16.37 0 komentar
Label: Umum
Orang Dayak berpandangan bahwa alam ini adalah rumah bersama bagi semua makhluk, termasuk makhluk-makhluk yang tidak kelihatan. Karena itu, manusia tidak boleh memonopoli alam untuk kepentingan manusia semata. Atas prinsip inilah, unsur-unsur alam yang berseberangan dengan kepentingan manusia tetap harus diberi tempat untuk eksis.
Makhluk-makhluk yang biasanya mengganggu kehidupan manusia seperti setan dan hantu juga diberi makan bilamana ada ritual yang berhubungan dengan hal tersebut diadakan. Harap diingat, bahwa memberi makan setan atau hantu tidak sama dengan ‘menyembah’ setan atau hantu; sama seperti jika kita memberi makan ayam, tidak berarti menyembah ayam. Intinya adalah, hubungan yang harmonis dengan semua unsur alam harus dipertahankan dengan memperlakukan semuanya secara proporsional dan adil, tidak dengan cara diskriminatif. Sebab semua yang ada di alam merupakan ciptaan Yang Maha Kuasa. Jika Yang Maha Kuasa saja memberi kesempatan bagi semua makhluk, apalagi manusia.
Prinsip kebersamaan dalam budaya Dayak ini tidak main-main. Ada pepatah Dayak yang mengatakan, ‘Anjing saja diberi makan, apalagi manusia’. Ada juga pepatah lain yang mengatakan, ‘Sesama saudara diajak makan, tamu diberi beras’. Maksudnya adalah penghormatan terhadap keberadaan manusia seperti apa adanya. Seorang tamu yang belum diketahui secara persis latar belakangnya, mungkin memiliki cara-cara makan yang berbeda dengan orang Dayak sehingga memberikan ‘bahan makanan’ dianggap sebagai keputusan yang paling bijaksana agar sang tamu dapat mengolah makanan dengan cara yang sesuai dengan keadaannya. Semangat kebersamaan orang Dayak itu secara efektif dapat pula kita lihat dalam berbagai perang antaretnis yang terjadi di Kalimantan.
Dalam kondisi geografis yang terpencar-pencar di pedalaman serta sarana komunikasi dan transportasi yang sangat tidak memadai, orang Dayak dengan mudah berkumpul. Mangkok Merah yang sering dipublikasikan sebagai sarana komunikasi orang Dayak itu, bukan merek handphone. Ia cuma sebuah mangkuk dengan beberapa tetes darah ayam, sepuntung rokok, selembar bulu ayam, dan secarik daun kajang yang biasa dipakai sebagai bahan untuk membuat atap rumah. Mangkuk itu diedarkan dari kampung ke kampung dengan berjalan kaki dan berlari, bukan melalui pesan e-mail. Dengan cara itu, orang Dayak sudah akan berkumpul secara cepat dan dalam jumlah yang fantastis.
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 15.05 0 komentar
Label: Budaya
Seandainya budaya rumah panjang orang Dayak tidak dihancurkan dan dibiarkan hancur menjelang akhir 1960-an dan awal 1970-an, perang antaretnis yang marak belakangan ini akan lebih mudah dicarikan solusinya. Setiap rumah panjang yang terdiri dari puluhan KK itu (ada yang ratusan juga), memiliki seorang pemimpin atau Tuan Rumah. Peranan Tuai Rumah tidak seperti Kepala Adat sekarang yang dijadikan bawahan Kepala Desa (Gabungan) dan mengantongi SK dari bupati, meskipun di banyak tempat usaha ini tidak selalu efektif untuk memorak-porandakan kepemimpinan beberapa kepala adat yang ada.
Tuan Rumah adalah pemimpin sejati yang berurat-berakar di komunitasnya, Komunitas Rumah Panjang. Ia memiliki akses terhadap aktivitas semua anggota komunitasnya termasuk apa yang mereka rasakan, inginkan, dan ekspresikan. Tindakan seorang warga komunitas pastilah diketahui oleh Tuan Rumah dan omongan Tuai Rumah didengarkan oleh warganya. Sangat kontras dengan omongan para tokoh adat sekarang yang kebanyakan tidak dihiraukan oleh komunitasnya.
Warga komunitas rumah panjang yang bergerombol atau berkumpul dengan tujuan untuk melakukan sesuatu pun pasti sepengetahuan Tuan Rumah. Jadi, legitimasi kepemimpinannya jelas sehingga orang Dayak tidak mesti mencari-cari pemimpin lain seperti para panglima yang menjadi gejala umum sekarang (dan mulai menular ke etnis lainnya). Aparat keamanan dan para penegak hukum pun tidak usah repot-repot mencari provokator atau dalang, jika sesuatu terjadi.
Agar dapat melestarikan nilai-nilai budaya rumah panjang tersebut, dibutuhkan lingkungan fisik dan sosial yang mendukungnya. Rasa kebersamaan, saling percaya, dan semangat solidaritas yang sangat kuat dalam komunitas rumah panjang tidak bisa dibangun dari pintu ke pintu rumah warga yang tunggal seperti sekarang di bawah koordinasi Pak RT. Sebab untuk berkumpul dalam sebuah pertemuan saja, orang Dayak sekarang menuntut diberi surat undangan resmi dan tertulis, jika tidak, banyak di antara mereka tidak mau datang karena malu merasa tidak diundang. Jadi, budaya rumah panjang menjamin adanya akses komunikasi yang efektif dan kepemimpinan yang jelas. Dua aspek ini sangat penting dalam proses penanganan sebuah konflik yang sedang terjadi.
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 14.57 0 komentar
Label: Budaya
Desa Sompak pada akhir tahun 2007 dimekarkan menjadi sebuah kecamatan baru sebelumnya merupakan kecamatan atministratif ”Kecamatan Mempawah Hulu” yang terdiri dari 12 Desa dengan jumlah penduduk 2.278 jiwa. Sejarah pembentukan Kecamatan baru ini penuh dengan dinamika saat penentuan posisi ibu kota kecamatan, dimana ketegangan antara penduduk Sompak dan Pakumbang sempat memanas, menyebabkan transportasi putus akibat jembatan penghubung kedua desa dirusak.
Desember 2007 telah terjadi suksesi pada tingkat Desa, dimana telah dilakukan pemilihan Kepala Desa secara langsung dengan tiga calon kandidat yang dimenangkan saudara Adrianus Kiting. Suhu politik lokal cukup memanas dan terjadi pengkotakan dikomunitas, karena karakter penduduk setempat tergolong keras mempertahankan kepentingan masing-masing.
Sompak sendiri dapat di jangkau dari tiga arah, melewati kecamatan Mempawah Hulu, Kecamatan Darit dan Kecamatan Mandor ”Lewat Desa Sebadu” dapat dilalui kendaraan roda empat dan dua degan kondisi jalan yang beraspal, sebagai kecamatan baru, sarana infrastruktur layaknya kecamatan masih terus dibenahi. Dan ini merupakan perjuangan yang berat masyarakat dan camat sendiri ”Drs. Benipiator” yang berasal dari desa pakumnag.
Penduduk Sompak pada umumnya orang Dayak dan sebagian kecil saja etnis lain seperti tionghoa, melayu dan jawa. Mata pencharian setempat pada umumnya bertani, menyadap karet pengusaha dan PNS. Sistem pertanian masyarakat sudah mengarah pada sistem pertanian modern, sehingga dapat panen dua hingga tiga kali setahun, dengan menggunakan alat pengolahan lahan (sawah khususnya) traktor. Dengan penggunaan pupuk berbasis kimia sintetik cukup tinggi.
Disamping menanam padi dan palawija, karet juga menjadi penopang ekonomi yang utama sehingga tidaklah heran apabila dijumpai banyak tanaman ini baik jenis lokal maupun unggul. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat masih menerapkan sistem perladangan, dimana selesai panen lahan ditanami dengan tanaman karet. Kendati demikian tingkat kemiskinan masih cukup tinggi apalagi di wilayah pedalaman kecamatan baru ini sarana infrastruktur penunjang belum memadai walaupun Kecamatan Sompak dicangkan Pemerintak Kabupaten Landak sebagai Lumbung Padi. Di seputar ibu kota kecamatan kondisi kehidupan masyarakat relatif baik, Ternak yang dipelihara masyarakat bervariasi, mulai dari ayam, babi hingga sapi semuanya dijadikan tabungan keluarga, selain untuk dikonsumsi sendiri.
Ada juga komunitas yang berprofesi sebagai pengusaha, pada umumnya mereka berdomisili di ibu kota kecamatan, sebagai pedagang, usaha meubel, jasa bengkel, warung kopi, dan beberapa rumah makan. Pegawai Negeri Sipil pada umumnya guru, pegawai Puskesmas dan pegawai kantor kecamatan.
Puskesmas sudah ada di desa Sompak sebelum menjadi kecamatan, demikian pula sarana pendidikan mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan SMU. Animo ”minat” masyarakat terhadap pendidikan cukup memuaskan walaupun di satu sisi banyak juga usia putus sekolah. Kebanyakan kaum muda enggan tinggal di kampung. Pada umumnya mereka mencari kerja ke kota, bahkan ada yang ke Malaysia sebagai TKI. Dari sekian banyak TKI yang paling besar adalah kaum hawa. ada cukup banyak perempuan. Pada umumnya alasan kerja di luar wilayah adalah alasan-alasan ekonomi walau ada juga yang beralasan mencari pengalaman baru.
Sementara agama yang berkembang di wilayah ini pada umumnya Katolik, Protestan, dan sedikit komunitas Muslim. Bahkan di beberapa tempat ( Sompak, Galar, ) dijumpai penganut agama yang berbeda. Kendati demikian tingkat toleransi cukup tinggi. Dalam perayaan hari Raya keagamaan, walaupun di antara mereka sendiri terjadi persaingan karena fanatisme pada keyakinan masing-masing. Faktor kekeluargaan sampai saat ini masih menjadi penguat solidaritas mereka.
Walaupun komunitas sudah menganut agama, tetapi adat istiadat masih cukup kental mewarnai kehidupan komunitas. Ritual dari adat pertanian (bauma ba' tahutn) dari memohon petunjuk (baburukng) sampai upacara syukur (Naik Dango) masih dilakukan. Proses kehidupan sosial bermasyarakat masih diikat oleh nuansa adat. bahkan kehidupan secara personal mulai dari dalam kandungan sampai meninggal semuanya disyratkan dengan nuansa adat. Bahwa hubungan antara manusia dengan roh leluhur masih dipelihara, hal ini terlihat dari adanya tempat-tempat keramat yang memiliki fungsi masing-masing dan dilindungi.
Radio Komunitas, yang di fasilitasi YPB pada periode lalu perkembangannya cukup pesat. Alat ini cukup banyak membantu masyarakat untuk saling berkomunikasi. Studio Radio Komunitas menjadi tempat mereka saling bertemu. Keterbatasan kapasitas baik sumber daya pendukung siaran maupun sumber daya manusianya menjadikan Radio ini belumlah maksimal menjalankan fungsinya. Tetapi setidaknya Radio, dengan seluruh keterbatasannya sudah memberi kontribusi positif pada perkembangan masyarakat di sekitar wilayah yang terjangkau. Menjadi salah satu sarana hiburan alternatif.
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 13.58 0 komentar
Label: Artikel
Persoalan mengenai remaja banyak dibincangkan. Malangnya, hampir setiap pembicaraan isu remaja hanya berkisar masalah keruntuhan akhlak dan moral. Isu lain yang lebih penting kurang diberi perhatian. Semua isu ini mendominasi remaja hingga kita tidak nampak lagi kebaikan golongan itu.
Sebaliknya, masyarakat seakan-akan lupa untuk menyalurkan simpati dan keprihatinan dalam menangani masalah remaja. Kita lebih senang membiarkan masalah remaja ditangani oleh ibu bapa mereka sendiri. Keadaan ini berlaku kerana menganggap itu masalah peribadi sebuah keluarga dan sepatutnya diselesaikan oleh keluarga sendiri. pembangunan remaja saat ini adalah agenda penting yang perlu diberi perhatian serius oleh semua pihak. karena merupakan ancaman bangsa dan negara.
Hampir semua isu keruntuhan moral bertitik-tolak kepada kepincangan didikan agama. Kecanggihan perkembangan teknologi yang melampaui batasan, muzik yang melalaikan serta sosio seksual di luar kendali. Sebenarnya, kemelut yang melanda remaja berpuncak dari kepincangan didikan agama dan moral. Masalah ini bukan saja melanda remaja, namun merambak didalam keluarga dan masyarakat.
Kegagalan institusi keluarga memainkan peranan sebagai ‘role model’ hasanah (teladan) yang semangkin menyeret remaja jauh terpisah dari kebenaran dan kesedaran. Kegagalan masyarakat dan pemerintah menangani isu remaja merupakan runtuhnya regenerasi pembangunan bangsa dan negara tercinta ini, jika hal ini dianggap sepele. Sehingga kita harus memulai dari hal yang kecil dilingkungan keluarga , masyarakat agar tdak terjebak kedalam masalah sosial yang tidak baik.
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 12.01 0 komentar
Label: Pendidikan
DI sebuah desa terpencil yang sangat ramah penduduknya lahirlah seorang anak bernama A’en, desa ini berjumlah 56 KK dengan mata pencharian sehari-hari penduduk bertani dan menyadap karet untuk kebutuhan hidup, walaupun begitu banyak juga anak-anak dari desa ini yang berhasil merantau dan mengenyam pendidikan.
Jarak tempuh dari desa kepusat kecamatan 8 km dengan keadaan jalan yang setengah beraspal dan pengerasan. Ae’n nama kesanyangan yang diberikan kedua orang tuanya, waktu berumur 6 tahun ia sudah duduk dibangku sekolah dasar. Ia sangat senang bermain bola kaki, petak umpet dan berlarian dipematang sawah yang belum ditanam padi dengan teman sebaya, teman sepermainan a’eni nawi, katutok, mandus pero, lambuk, membeng dan yang lainnya. Walau usia yang tergolong anak-anak ia menjadi jempolan orang tua. sebelum pajar tengelam yang menandakan akan berakhirnya pekerjaan orang tua. Namun kedua orang tua ae’n tidak merasa repot melakukan pekerjaan lagi dirumah karena sudah dilakukan sianak : seperti menyapu, mencuci piring, menanak nasi, memberi makan hewan piaraan serta memandikan siadik yang masih kecil.
Setelah tamat Sekolah Dasar a’en melanjutkan di SLTP I Menjalin, waktu sekolah ae,n tinggal dengan pamannya ( sanusi ), karena a’en anak yang rajin sehingga pekerjaan dirumah pamanya kerap dilakukan sampai akhirnya ia tamat sekolah. keuletan dan kegigihannya a’en untuk sekolah tinggi sekali, dan diputuskan untuk melanjutkan sekolah di SLTA Santo Paulus Nyarongkop. Selesai tamat SLTA a,en menjalin hubungan dengan seorang gadis cantik sebut saja namanya Erna marta yang berasal dari desa lamoanak, ia harus berpisah selama tiga tahun karena a’en harus mendekam selama tiga tahun, tapi bukan penjara lho..., asrama tempat a’en tinggal sangat ketat dan disiplin karena asrama bineka nyarongkop yang diasuh oleh Br. Chimes, hanya waktu libur panjang saja bisa melepas rindu dengan keluarga dan sang pacar pada waktu itu masih duduk dibangku sekolah SLTPN I Menjalin. Perpisahan selalu menyelimuti hubungi mereka karena waktu a’en tamat SLTA langsung melanjutkan study di perguruan tinggi yaitu Faklutas Hukum Pontianak keduanya tidak sesulit dulu untuk bertemu apalagi setelah sang pacar tamat sekolah langsung mendapatkan pekerjaan dirumah sakit bersalin Harapan Anda. Keberadaan sang pacar dipontianak semangkin mengakrabkan kembali hubungan mereka, hingga sampai kejenjang pernikahan pada tahun 1998 setelah a’en menyandang gelar sarjana (SH), pernikannya diberkati di Gereja Santo Petrus dan Santo Paulus oleh pastor Erwin OFM Cap.
Setelah memulai kehidupan baru mereka tidak lagi hidup satu atap dengan kedua orang tua, hari demi hari mereka lalui dengan penuh harapan agar hidup tidak selalu merepotkan kedua orang tua maka mereka membuka usaha warung kopi dipasar menjalin yang digeluti oleh istri tercinta dengan segala suka dan duka yang dialami, sedangkan kegiatan sehari-hari a’en bergelut dilembaga Yayasan PAHAR sekaligus salah satu pendiri yayasan, bergerak dibidang pemberdayaan hak perempuan adat dan rekonsiliasi sosial, sebelum bergabung di Yayasan Pangingu Binua beliau dikontrak selama 6 bulan dilembaga LPAGAR sebagai staff program SPDKK ( Sistem Peringatan Dini Kekerasan Komunal), khusus dikabupan Landak. Ketika masa kontrak beraskhir a’en bergabung di YPB sebagai staff even organizer awal 2008. aktif diorganisasi kelompok kerja masarakat adat (POKJA) dibawah naungan Dewan Adat Kecamatan, membentuk program kerja SOLOK BINUA dimenjalin.
Solok binua atau birisatn binua adalah pungutan yang dikenakan kepada semua kepala keluarga masyarakata adat sekecamatan menjalin sebesar Rp. 1000 per KK serta organisasi peduli kuburan katolik sedesa menjalin, sebagai sekretaris. Selama sepuluh tahun masa perkawinanya ia dikarunia dua orang anak. Anak pertama bernama Christian Pontiraba yang artinya pontiank, rangitatn dan baweng yang pangilan seharii-harinya Haris, anak kedua Christela Intan Paramitha yang artinya anak kesayangan yang sehari-hari dipanggil Intan. Kebahagian juga selalu terpancar dari keluarga ini yang sehari-hari dipanggil pak Aris (Mikael).
Diposting oleh Anak Dano Dingin di 16.03 0 komentar
Label: Artikel